Social Icons

Thursday, April 18, 2013

Verb “Do”: Hanya Pembantu

Setelah sebelumnya saya mencoba memperkenalkan dua kepribadian “Do” baik sebagai majikan ataupun sebagai pembantu, sekarang saya akan mencoba menawarkan “Do” hanya sebagai pembantu saja (hoho, makin mirip sinetron!!), maksudnya “Do sebagai auxiliary verb”. Tapi jangan salah, meskipun hanya sebatas sebagai pembantu, menaklukkan “Do” yang satu ini ternyata mudah-mudah tapi sedikit sulit juga. Kadang ia ada di depan, mendahului subject tanpa diketahui menggunakan kendaraan, kadang-kadang ia juga menyamar sebagai orang lain, atau kadang pokoknya bermacam-macam deh. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat klasifikasi “Do” sebagai pembantu itu apa saja sih? Biar nanti saat melihatnya sobat-sobit tidak perlu tertegun pun tercengang dengan keindahannya, ups. Langsung saja, jika melihat Dua buku yang saya gunakan sebagai referensi, kedua-duanya sepakat bahwa Cuma ada lima kategori “Do” sebagai pembantu (ups, maksudnya auxiliary verb), berikut saya ringkaskan klasifikasinya:

1.   Questions

We use do make questions with ordinary verbs, but not with other auxiliary verbs.

Bandingkan kalimat dibawah ini:

Do you like football? (BUKAN Like you football?)
Can you play football? (BUKAN Do you can play football?)

2.   Negatives

We use do to make negative clauses or sentences with ordinary verbs, but not with other auxiliary verbs.

Bandingkan kalimat dibawah ini:

I don’t like Football. (BUKAN I like not football. Atau I not like football)
I can’t play football. (BUKAN I don’t can play football)

3.   Emphasis

We can use do in an affirmative clauses or sentences for emotive or contrastive emphasis.

Contoh:

Do sit down.
You do look nice today!
She thinks I don’t love her, but I do love her.

4.  Inversion

Do is used in some inversion (verb before subject) structures.

Contoh:

At no time did he lose his self-control

5.   Ellipsis

In cases where an auxiliary is used instead of a whole verb phrase, do is common in affirmative clauses as well as questions and negatives.

Contoh:

She doesn’t like dancing, but I do. (=….. but I like dancing)
Ann thinks there’s something wrong with Bill, so do I.
You saw Alan, didn’t you?
“That meat smells funny,” “Yes, it does, doesn’t it?”

Mungkin begitu saja ciri-ciri “Do” sebagai pembantu, jika ada yang melihat ciri-ciri tersebut silahkan laporkan kepada pihak berwajib (hehe jadi becanda), maksudnya jika ada salah-salah penulisan ataupun keterangannya mohon dikoreksi. Oke broth and sist

Wednesday, April 17, 2013

Jenis-Jenis Terjemahan (Bagian 5)

Setelah sebelumnya kita telah membahas mengenai tujuan terjemahan yang diungkapkan oleh Newmark, sekarang mari kita menelusuri jenis-jenis terjemahan berdasarkan tujuan terjemahan yang diterangkan oleh Brislin (1976:3-4). Jenis-jenis terjemahan ini juga diterangkan dalam Choliludin (2007:26-29) Brislin mengkategorikan terjemahan menjadi empat jenis. Berikut keempat jenis-jenis terjemahan yang  diungkapkannya tersebut:

a.   Pragmatic Translation

It refers to the translation of the message with an interest in accuracy of the information that was meant to be conveyed in the source language form and it is not concerned with other aspects of the original language version. The clearest example of pragmatic translation is the translation of the information about repairing a machine.

Terjemahan pragmatik mengacu pada pesan yang akurat terhadap informasi yang diungkapkan dalam bentuk bahasa sumber dan tidak meliputi aspek lain dari bahasa aslinya. Contoh paling jelas terjemahan pragmatik adalah terjemahan mengenai informasi perbaikan mesin.

b.   Aesthetic-poetic Translation

This refers to translation in which the translator takes into account the affect, emotion, and feeling of an original agnate version, the aesthetic form used by the original author, as well as any information in the message. The examples of this type are the translation of sonnet, rhyme, heroic couplet, dramatic dialogue, and novel.

Terjemahan aestetik-puitis mengacu pada hasrat, emosi dan perasaan bahasa sumber, yaitu bentuk aestetik yang diungkapkan oleh pengarangnya. Contoh terjemahan ini seperti terjemahan sonnet, puisi, drama, novel dan karya sastra lainnya.

c.   Ethnographic Translation

The purpose of ethnographic translation is to explicate the culture context of the source and TL versions. Translators have to be sensitive to the way words are used and must know how the words fit into culture.

Tujuan terjemahan etnografis ini adalah untuk menjelaskan konteks budaya dari bahasa sumber dan bahasa sasaran. Penerjemah harus peka terhadap cara kata disusun dan ia juga harus tahu bagaimana kata-kata tersebut sesuai dengan sebuah budaya.

d.   Linguistic Translation

This is concerned with equivalent meanings of the constituent morphemes of the source language and grammatical form, an example is language in a computer program and machine translation.

Terjemahan linguistiK ini mengacu pada padanan makna dari komponen morphem bahasa sumber dan bentuk gramatikalnya, contoh: bahasa dalam program komputer dan terjemahan mesin.

Mohon maaf, saya bukan penerjemah professional yang dibayar dengan sepantasnya. Namun saya hanya memberikan referensi bahasa Inggris tentang translation ini seadanya. Oleh karena itu saya terjemahkan seenaknya, yang penting nyambung bukan? Jika akan dijadikan referensi Silahkan terjemahkan dengan mengacu pada metode terjemahan yang baik menurut para ahli. Thanks a lot…

Referensi:

Brislin, R.W. 1976. Translation: Application and Research. New York: Garden Press, Inc.

Choliludin. 2007. The Technique of Making Idiomatic Translation. Jakarta: Visipro.

Tuesday, April 16, 2013

Memahami Kalimat ber-Do

Seorang majikan saat pembantunya pulang kampung, jika mau mereka masih bisa mengerjakan kerjaan pembantunya tersebut.  Berbeda dengan pembantu, saat majikannya tidak masuk kantor, dia tentu tidak mengantar majikannya ke kantor kan?. Lalu apa hubungannya ya dengan Verb “Do” waduh.. Ada-ada saja postingan kali ini, jangan terburu meremehkan kata kerja (verb) “Do” yang satu ini. Jika saja boleh protes, memang “Do” adalah sumber masalah pertama mengapa rumus tenses dituduh sebagai tersangka untuk membeci grammar (walah kaya kasus pembunuhan saja ya).

Coba bayangkan saja, kalimat Simple Present, I love you, saat dijadikan kalimat negative menjadi, I do not love you, terus jika dijadikan kalimat tanya menjadi Do I love you?. Disitu kata Do selalu ikut nimbrung seenaknya saja ikut-ikutan ditambahin. Padahal rumus tenses Simple Present paling terkenal di Indonesia kan Subject + V1 s/es? Walah kenapa “Do” jadi ikut-ikutan ketika dijadikan kalimat negatif dan kalimat interrogative? Sepertinya ada yang salah dengan rumusnya ya?
Belum lagi kata “Do” yang berubah menjadi “Did” seolah-olah seenaknya main berubah segala plus ikut nimbrung di kalimat negatif dan interogatif pada Simple Past, weleh-weleh sungguh keterlaluan. Contoh I loved you, konon kata guru saya jika dijadikan kalimat negatif menjadi I did not love you, kata loved huruf “D” nya hilang dan bergeser plus berganti menjadi “Did”. Jika dipikir-pikir sungguh mustahil dan tidak masuk akal sebuah huruf “D” bisa berubah menjadi “Did”, wuaduh yang salah rumusnya atau yang ngajar ya?
Namun jika kita melihat Simple Future, tentu tak ada satupun yang dengan seenaknya ikut nimbrung. I Will love you, tetap I will not love you saat menjadi kalimat negatif, paling Cuma ditambahkan not sebagai pertanda keterangan negation. Dan begitu juga saat dijadikan kalimat interogatif, paling will bergeser mendahului subject, why will you love me? Tanpa embel-embel ditambah s jadi wills…

Lalu apa sih yang membuat “Do” saya tuduh sebagai salah satu tersangka yang bikin onar Grammar? Jawabannya adalah karena “Do” mempunyai kepribadian ganda. Ia bisa menjadi auxiliary verb (pembantu kata kerja) dan ia juga bisa menjadi ordinary verb, disebut juga lexical verb (kata kerja utama, saya istilahkan majikan).

Ketika “Do” menjadi pembantu, harusnya ia patuh dan tunduk terhadap majikannya, namun nyatanya Ia memperkeruh suasana. Bandingkan kalimat dibawah ini:

DO: Kata Kerja Utama
DO: Kata Kerja Bantu
I will  do my jobs
I have done my jobs.
I did my works by myself.
She does her homework
They are doing a big mistake.

Do you learn English?
She Does not learn English.
Did you learn English? Yes, I Did.
she thinks I didn’t learn English, but I did learn it.
Do come to learn English.


Do sebagai kata kerja utama (ordinary/lexical verb) bisa berubah menjadi Does, Did, Doing dan Done. Mereka dikategorikan sebagai Transitive verb : kata kerja yang wajib diikuti Object.

Do sebagai pembantu (auxiliary verb) hanya bisa berubah menjadi does, dan did. Mereka tidak bisa menggantikan posisi majikan hanya sekedar membantu keberadaan majikannya saja. 

Oke sekian saja dulu untuk keterangan mengenai “Do” sebagai pembantu, kalau diberi umur panjang, kapan-kapan nyusul. Oke bro..

Monday, April 15, 2013

Writing: Proses dalam Menulis

Seorang blogger mungkin lebih mengerti tentang kegiatan tulis menulis, mereka paling memahaminya karena terlalu sering menghadapi kendala dengan kegiatan yang satu ini. Namun begitu, terkadang kaum terpelajar seperti mahasiswa dan sekumpulan makhluk akademis lainnya merasa sulit dalam merealisasikan kegiatan tersebut, khususnya menulis tulisan formal seperti skripsi, laporan, makalah, disertasi, tesis dan lain sejenisnya. Memang harus diakui menulis skripsi jelas sangat berbeda dengan menulis posting di blog. Dalam menulis skripsi banyak sekali aturan, salah ukuran kertas hingga salah titik koma saja harus direvisi apalagi salah dalam pemilihan kata dan teknik penulisannya, benar-benar kegiatan yang membosankan. Berbeda lagi dengan menulis posting di blog, kita bisa saja melanggar aturan tersebut karena memang tidak ada aturannya. Seorang blogger bisa dengan leluasa menambahkan emoticons, gambar binatang, foto-foto aneh dari foto tong sampah sampe foto pak lurah atau bahkan gambar xxx18 yang serba lucah juga bisa, suatu yang sangat mustahil dalam menulis skripsi—namun bagi blogger tentu itu hal yang sangat menyenangkan bukan? Meskipun begitu pada dasarnya menulis itu mempunyai proses yang sama meskipun hasilnya jelas berbeda. Disini saya coba kutipkan pendapat tentang proses dalam menulis yang diungkapkan oleh Kane (2000:17-18):

Writing in its broad sense—as distinct from simply putting words on paper—has three steps: thinking about it, doing it, and doing it again (and again and again, as often as time will allow and patience will endure).

Menulis umumnya—berbeda dengan hanya meletakkan kata-kata diatas kertas—mempunyai tiga step: Pertama, berpikiri tentang tulisan tersebut, kedua menuliskannya, dan ketiga menuliskannya lagi dan lagi sesering waktu mengizinkan dan kesabaran berlanjut.


The first step, "thinking," involves choosing a subject, exploring ways of developing it, and devising strategies of organization and style. The second step, "doing," is usually called "drafting"; and the third, "doing again," is "revising."

Langkah pertama, ‘berpikir’, meliputi memilih sebuah topik, mengeksplorasi cara mengembangkannya dan merencanakan stategi penyusunan dan gaya bahasanya.

Langkah kedua, ‘menuliskannya’ biasanya disebut ‘drafting’ atau dalam bahasa Indonesia penyusunan.

Langkah ketiga, ‘menuliskannya kembali’ biasanya disebut ‘revisi’ atau koreksi lagi dan lagi terus diperbaiki.

First a warning. They're not really "steps," not in the usual sense anyway. You don't write by (1) doing all your thinking, (2) finishing a draft, and then (3) completing a revision. Actually you do all these things at once.

Peringatan: ketiga hal tersebut sebenarnya bukanlah urutan langkah ataupun proses dalam menulis. Jangan melakukan ketiga step tadi karena sebenarnya yang harus anda lakukan adalah mengerjakkannya secara bersamaan.

If that sounds mysterious, it's because writing is a complex activity. As you think about a topic you are already beginning to select words and construct sentences—in other words, to draft. As you draft and as you revise, the thinking goes on.

Jika hal tersebut terdengar misterius, itu karena menulis adalah aktifitas yang kompleks. Saat kalian  berpikir tentang sebuah topik, kalian sudah memulai memilih kata-katanya dan menyusunnya menjadi kalimat—dengan kata lain, sekalian drafting. Saat kalian drafting (menyusun) dan saat itu pula kalian merevisinya, berpikir terus.

Mungkin itu saja, maaf saya bukan seorang penulis dan penerjemah profesional, jika ada kesalahan dalam segi penulisannya ataupun terjemahannya silahkan meluruskannya. Karena saya hanya seorang blogger yang mencoba saling berbagi referensi Bahasa Inggris yang saya miliki.



Referensi:

Kane, Thomas S. 2000. The Oxford Essential Guide to Writing. Oxford University Press.

Sunday, April 14, 2013

Mengungkap Rahasia "English Grammar"

Setiap yang sulit pasti ada sesuatu yang membuatnya menjadi sulit. Setiap yang mudah pun sama pasti ada yang membuatnya menjadi mudah. Begitulah kiranya kata-kata yang pas untuk mengungkapkan rasa kesal ataupun senang belajar Grammar Bahasa Inggris

Bagi yang merasa sulit mempelajari Grammar, itu wajar karena katanya Grammar tidak jauh beda dengan matematika, fisika dan kimia yang penuh sesak dengan berbagai macam rumus.  Entah sudah berapa kali bercerita tentang 16 tenses yang dianggap kurang relevan, sehingga tak segan-segan saya kutipkan bahwa rumus tenses cuma ada 12, sebuah diskon untuk mereka yang masih semangat belajar Grammar. Meskipun begitu, pasti tetap saja ada diantara mereka yang sudah tak mau lagi belajar Grammar.  Mereka sudah terlalu merasa bosan bahkan putus asa jika mendengar kata-kata tenses, question tag, subject-verb agreement, word order, subjunctive, dan lain-lain. Bahkan ada yang rela pindah jurusan atau bahkan pindah kampus dengan alasan Grammar. Aneh bukan?

Mengapa mereka merasa sulit mempelajari Grammar? Saya tidak tahu secara persis, yang jelas mereka pasti tak pernah mengetahui ada rahasia dibalik Grammar Bahasa Inggris tersebut. Oleh karena itulah, disini saya tidak akan menjelaskan mengenai rumus-rumus yang konon dikatakan sulit tadi. Sebaliknya saya akan mengungkap rahasia yang sebenarnya telah terlihat jelas, namun tak pernah mereka tengok.

Oke langsung saja, Grammar pada dasarnya hanya memuat beberapa hal, baik dari tingkat dasar ataupun tingkat mahir, semuanya sama dan tak pernah beda. Sebenarnya Rahasia tentang Grammar ini telah lama terungkap, namun mereka tak menyadari bahwa rahasia ini kembali tertutup karena mereka jarang dan bahkan tak mau mempedulikannya. Berikut Rahasia tersebut:

Grammatical units / unit grammar dalam mempelajari bahasa Inggris hanya menyangkut empat hal yaitu: word (kata), phrase (frase), clause (klausa), dan sentence (kalimat). Dari SD sampai tingkat S3 pun tetap sama, unit grammar tetap itu-itu saja. Jika mereka mengenal istilah tersebut, berarti mereka menyadari bahwa mereka tahu istilah-istilah tersebut, namun enggan mempedulikannya.

Jika mereka menganggap itu bukan rahasia? Memang bukan, tapi tetap saja, ratusan bahkan ribuan buku grammar tetap akan menjelaskan tentang keempat rahasia tersebut. Artinya, buku-buku grammar tersebut mencoba menjelaskan kepada mereka bahwa keempat hal tadi sangat penting dipelajari untuk menungkap rahasia di balik English Grammar.

Mudah bukan?

Mungkin bagi mereka keempat rahasia tersebut masih terasa sulit, namun jika sobat-sobit semua ikut-ikutan pusing seperti mereka, berarti rahasia tersebut belum sepenuhnya jinak terhadap otak anda.